Minggu, 26 Agustus 2012

PUISI-PUISI PABLO NERUDA

Puisi-puisi Pablo Neruda Soneta XVII


Pablo Neruda

aku tak mencintaimu seolah-olah kau adalah serbuk
mawar, atau batu topaz,
atau panah anyelir yang menyalakan api.
aku mencintaimu seperti sesuatu dalam kegelapan
yang harus dicintai,
secara rahasia, diantara bayangan dan jiwa. aku mencintaimu seperti tumbuhan yang tak pernah
mekar
tetapi membawa dalam dirinya sendiri cahaya dari
bunga-bunga yang tersembunyi;
terimakasih untuk cintamu suatu wewangian padat,
bermunculan dari dalam tanah, hidup secara gelap di dalam tubuhku. aku mencintaimu tanpa tahu mengapa, atau kapan,
atau darimana
aku mencintaimu lurus, tanpa macam-macam tanpa
kebanggaan;
demikianlah aku mencintaimu karena aku tak tahu
cara lainnya beginilah: dimana aku tiada, juga kau,
begitu dekat sehingga tanganmu di dadaku adalah
tanganku,
begitu dekat sehingga ketika matamu terpejam
akupun jatuh tertidur.

Soneta LXVI
Pablo Neruda Aku tidak mencintaimu kecuali karena aku
mencintaimu;
aku pergi dari mencintaimu menjadi tidak
mencintaimu,
dari menunggu menjadi tidak menunggu dirimu
hatiku berjalan dari dingin menjadi berapi. Aku mencintaimu hanya karena kamulah yang aku
cinta;
aku membencimu tanpa henti,
dan membencimu bertekuk kepadamu
dan besarnya cintaku yang berubah untukmu adalah
bila aku tidak mencintaimu tetapi mencintaimu dengan buta. Mungkin cahaya bulan Januari akan memamah hatiku
dengan sinar kejamnya,
mencuri kunciku pada ketenangan sejati. Dalam bagian cerita ini hanya akulah yang mati,
hanya satu-satunya,
dan aku akan mati karena cinta karena aku
mencintaimu.
karena aku mencintaimu, cintaku, dalam api dan
dalam darah.

Soneta XXV
 Pablo Neruda Sebelum aku mencintaimu, cinta, tiada ada yang
menjadi milikku:
Aku melambai melalui jalan-jalan, di antara benda-
benda:
tiada ada yang berarti ataupun mempunyai sebuah
nama: dunia terbuat dari udara, yang menunggu. Aku mengenal kamar-kamar yang penuh oleh debu,
terowongan dimana bulan hidup,
gudang-gudang kasar yang menggeram Pergilah,
pertanyaan yang memaksa di dalam pasir. Semua adalah kekosongan, mati, bisu,
jatuh, terlantar dan membusuk:
tidak diragukan asing, semuanya. milik orang lain –tidak pada siapapun:
sampai kecantikanmu dan kemiskinanmu
dipenuhi oleh musim gugur yang penuh dengan
hadiah. Tiada Selain Kematian
Pablo Neruda Adalah kuburan yang kesepian,
makam yang penuh dengan tulang belulang yang tak
berbunyi,
hati yang berjalan melalui sebuah terowongan,
seperti bangkai kapal kita akan mati memasuki diri
kita sendiri, seakan-akan kita tenggelam dalam hati masing-
masing
seakan-akan kita hidup lepas dari kulit kedalam jiwa. Dan adalah mayat-mayat,
kaki yang terbuat dari tanah liat yang dingin dan
lengket,
kematian ada di dalam tulang-tulang,
seperti gonggongan dimana tiada anjing-anjing,
keluar dari bel entah di mana, dari makam entah di mana,
tumbuh di dalam udara lembab seperti tangisan
hujan. Terkadang aku melihat sendiri,
peti mayat yang sedang berangkat,
dimulai dengan kepucatan kematian, dengan wanita
yang memiliki rambut mati,
dengan tukang-tukang roti yang seputih malaikat,
dan gadis-gadis muda yang termenung menikah dengan notaris publik,
peti mati melayari vertikal sungai kematian,
sungai berwarna ungu gelap,
menyusuri hulu dengan layar-layar yang berisikan
suara-suara kematian,
berisikan suara kematian yang merupakan diam. Kematian datang dengan semua suara itu
seperti sebuah sepatu tanpa kaki di dalamnya, seperti
sebuah jas tanpa seorang laki laki di dalamnya,
datang dan mengetuk, menggunakan sebuah cincin
tanpa batu di dalamnya, tanpa jari di dalamnya,
datang dan berteriak tanpa mulut, tanpa lidah, tanpa kerongkongan.
namun langkah-langkahnya bisa didengar
dan pakaiannya membuat suara keheningan, seperti
sebuah pohon. Aku tidak yakin, aku mengerti cuma sedikit, aku tidak
bisa begitu melihat,
tetapi sepertinya untukku nyanyiannya memiliki
warna kelembaban bunga violet,
dari bunga violet yang berada di rumah di dalam
bumi, karena wajah kematian adalah hijau,
dan muka yang diberikan kematian adalah hijau,
dengan penetrasi kelembaban dari sehelai bunga
violet
dan warna muram dari musim dingin yang
menyakitkan hati. Tetapi kematian juga melewati dunia berbaju seperti
sebuah sapu,
menyapu lantai, mencari tubuh-tubuh mati,
kematian ada di dalam sapu,
sapu adalah lidah dari kematian yang mencari mayat-
mayat, adalah jarum dari kematian yang mencari benang. Kematian ada di dalam tempat tidur gantung yang
terlipat,
yang menghabiskan hidupnya tidur di atas matras-
matras lambat,
di dalam selimut-selimut hitam, dan tiba-tiba
melepaskan nafas: meniupkan suara ratapan yang membengkakkan
seprai,
dan tempat-tempat tidur pergi berlayar menuju
pelabuhan
dimana kematian sudah menunggu, berpakaian
seperti seorang laksmana

1 komentar: