Senin, 08 April 2013

Iman dan Akal (Rasio)

Iman dan Akal (Rasio)

Oleh: Christianto Dm


Tidak semua hal menyangkut keyakinan disertai dengan pemahaman ‘yang layak’ pada seseorang. Beberapa hal tertentu yang diimani itu kemudian tampak sebagai keyakinan semata bilamana diajukan beberapa pertanyaan atasnya. Kondisi semacam inilah yang pada akhir sebuah diskusi, khususnya teologis, sering memproyeksikan adanya ‘jurang’ antara iman dan akal (rasio). Jurang yang bisa memunculkan bias perwujudan iman yang sejati sebagai fanatisme sempit, atau sebaliknya kepandaian yang berpotensi melahirkan ateis-ateis sejati…

Sederhananya, eksistensi iman dalam kehidupan seseorang dengan jelas terlihat manakala ia meyakini hal-hal yang tidak dilihatnya, seperti mempercayai bahwa Tuhan yang menciptakan semesta raya ini. Bandingkan maksud pernyataan tersebut dengan mempercayai bahwa nenek/kakek kita juga mempunyai nenek/kakek dan seterusnya dan seterusnya sehingga kita memahaminya (=mempercayainya) sebagai nenek moyang. Bagi kepastian logis yang lebih merupakan wacana akal (rasio), mempercayai eksistensi Tuhan dengan eksistensi nenek moyang tersebut, meski pada prosesnya memiliki kemiripan, namun berbeda dalam hal pertanggungjawabannya, yaitu bagi beban pembuktian logis yang diinginkan atas keduanya. Kenyataan ini, yaitu terutama bagi beban pembuktian yang dimaksud, tentunya juga memberi pemahaman bahwa pada dasarnya iman berbeda dengan akal budi (selain diskusi bahwa keduanya juga berhubungan dengan beban pembuktian moral, bagi kepastian moral). Namun, permasalahan yang sebenarnya ialah apakah iman betentangan dengan akal? Di dalam kajian studi atas objeknya, apakah objek bagi iman tidak dapat dirasionalisasi atau dengan kata lain proses rasionalisasi atas sebuah objek imanen selalu berpotensi sebagai perwujudan arogansi intelektualisme? Dalam pemikiran saya, ini adalah permasalahan perspektif; yaitu bagaimana seseorang menempatkan keduanya, iman dan rasio, dalam membentuk wawasan dunianya, dunia luar dan dunia batin.

Wawasan dunia seseorang diperhadapkan juga dengan persoalan-persoalan beyond logic, yaitu realita-realita (logis) yang berada di luar kemampuan penalarannya. Bukan irasional, tapi transrasional. Pengistilahan ini juga berarti bahwa realita-realita yang dimaksud, bagi kepastian logis, memiliki batasan/kesulitan bagi pertanggungjawaban logisnya (bagaimana dengan pertanggungjawaban moral?). Bukan bertentangan dengan logika. Sebaliknya, sebuah kesimpulan logis bahwa tidak dapat diberikan suatu penjelasan yang memuaskan bagi kepastian logis yang diinginkan (=memecahkan permasalahan logis). Ini jelas berbeda dengan istilah irasional bahwa dapat diberikan sebuah pertanggungjawaban logis bagi kepastian logis di mana hal tertentu benar-benar (=valid) tidak masuk akal. Misalnya proposisi invalid sebuah konklusi bahwa anjing bertelur. Sekali lagi, bila irasional mengandung makna pasti secara logis (=bertentangan; kebalikan rasional), maka tidak demikian bagi makna transrasional dalam hubungan yang sama. Transrasional lebih bermakna ‘ketidakpastian’ (=tidak dapat dibuktikan sebagai valid atau invalid; benar atau salah) secara logis yang disebabkan oleh proposisi transrasional jelas berada di luar penalaran bagi kepastian logis. Potensi ketidakpastian logis yang bukan berada pada proposisi tersebut, melainkan pada kapabilitas Logika. Sebagai contoh proposisi-proposisi bagi eksistensi ‘bangsa roh’ seperti setan, hantu, dan sebagainya. Termasuk proposisi dari fakta mujizat. Bagi contoh-contoh semacam itu, tidak dimiliki kepastian logis yang memuaskan (atau belum?) namun memiliki kepastian moral (sebagai benar atau salah oleh pengetahuan priori; pengalaman empiris). Beban pembuktian logis atas keduanya memiliki kesulitan tertentu yang berhubungan dengan makna transrasional yang dimaksud.

Telah disinggung sebelumnya menyangkut wawasan dunia seseorang yang berhubungan dengan dunia batin dan dunia luar. Bagi dunia luar, wawasan ini juga dibentuk oleh serangkaian fakta empiris. Selain itu, pandangan-pandangan yang ‘menguasai’ pemikiran dunia, yang secara ‘relative’ mewakili penerimaan universal. Misalnya bahwa mamalia adalah binatang menyusui. Saya tidak pernah melihat seekor ikan paus atau tikus menyusui anak-anaknya, namun saya yakin, logis dan moral; terutama deduktif, bahwa itu benar (Bagi sebuah pembedaan tertentu menyangkut iman dan reason/akal budi/rasio, keyakinan ‘saya’ seperti ini dikategorikan sebagai iman; iman yang kemudian dianggap ‘bertentangan secara psikologis’ dengan reason bilamana kemudian saya menyaksikan langsung seekor tikus ‘meneteki’ anaknya. Keyakinan saya itu bukan iman lagi, melainkan reasonable. Gap antara iman dan rasio semacam ini adalah perspektif relative, yaitu bergantung pada ‘pemaknaan’ seseorang atas iman dan rasio). Bagi dunia batinnya, seseorang juga diperhadapkan dengan realita-realita yang sulit dijelaskan secara logis. Meski dapat dialami secara empiris (misalnya mujizat atau ‘bangsa roh’ tadi), namun kepastian yang dimiliki atasnya lebih merupakan kepastian moral. Yaitu seseorang menjadi yakin tentang sesuatu tanpa memiliki pertanggungjawaban logis yang memuaskan atasnya. Sebagai contoh yang lain, keyakinan saya bahwa orang lain juga memiliki pikiran di ‘dalam’ dirinya. Keyakinan saya ini lebih didasarkan pada pemahaman subjektif bahwa saya juga memiliki pikiran. Akan tetapi tentu saja saya tidak memiliki kepastian logis untuk membuktikan itu dengan memuaskan. Yang terjadi ialah argumentasi saya bagi beban pembuktian logis atasnya selain bersifat subjektif, juga melulu didasarkan pada dampak yang bisa saya amati. Bagaimana jika dampak yang dimaksud tidak cukup sebagai bukti yang diinginkan? Sikap diam, kening yang ‘berkerut’, memegang hidung, dan sebagainya mungkin bisa mengindikasikan eksistensi pikiran seseorang, namun itu bukan jaminan yang mutlak atau valid (bagi kepastian logis) bahwa seseorang itu benar-benar sedang berpikir…bahwa seseorang itu memiliki pikiran ‘dalam dirinya’ sebagaimana saya yang sedang memikirkan ‘pikirannya’ itu.

Topik ‘terbaik’ untuk memikirkan relasi iman dan rasio ini ialah menyangkut eksistensi Tuhan. Bahwa beban pembuktian atasnya, selain melibatkan dua ‘kondisi natural’ (iman dan rasio) manusia itu, juga merupakan perdebatan yang menimbulkan pro dan kontra. Secara pribadi, saya tidak sependapat 100% dengan mereka yang ‘mematikan’ akal bagi kepentingan pembuktian ini. Apa yang mereka anggap sebagai ‘arogansi rasio’ tidaklah seluruhnya benar manakala memikirkan bahwa tidak mungkin dimiliki pengenalan yang benar tentang Tuhan (misalnya dari pewahyuan) tanpa menggunakan akal (pikirkan seorang idiot atau hewan). Keyakinan yang ‘tidak berakal’ berpotensi besar untuk menciptakan fanatisme-fanatisme sempit. Selain itu, sebagaimana uraian di atas tentang istilah ‘transrasional’ tadi, akal tidak harus bertentangan dengan iman. Daripada mematikan akal, dan juga tidak harus memaksakannya, akal sebaiknya diposisikan ‘sebagaimana mestinya’. Dengan akal, pertanggungjawaban tertentu atas iman dapat diberikan. Sebaliknya bagi yang kontra, menurut saya mereka justru menyangkali rasionalitas sendiri. Mengapa? Beberapa fakta empiris jelas diabaikan sebelum sampai pada kesimpulan bahwa Tuhan tidak eksis. Bahkan, meskipun asumtif, mereka jelas menyangkali beberapa hal menyangkut dunia batin mereka sendiri. Singkatnya, mereka tidak memiliki argument logis yang layak untuk inferensialisasi bahwa Tuhan tidak eksis. Kesimpulan bahwa Tuhan tidak eksis hanyalah negasi terhadap proposisi teologis tentang eksistensi Tuhan yang tidak memberikan kepastian logis yang memuaskan logika akan eksistensi Tuhan tersebut, sementara negasi itu sendiri tidak memiliki konsep logis yang kuat untuk memberikan kesimpulan logis yang memuaskan bahwa Tuhan tidak eksis (pikirkan fakta-fakta empiris yang diabaikan). Bagi keduanya, disadari bahwa beban pembuktian logis bagi eksistensi Tuhan tidaklah mudah. Namun, untuk beban pembuktian yang sebaliknya, jelas lebih sulit dicapai secara logis. Jadi, tudingan bahwa seseorang yang mengimani Tuhan bersikap irasional adalah jelas keliru. Sebaliknya, tudingan bernada demikian adalah tepat diberikan kepada mereka yang menyangkali eksistensi ‘Tak Terdefinisikan’ tersebut. Yaitu mereka yang mengabaikan fakta-fakta empiris. Menolak pengetahuan priori yang sehubungan dengan realita/fakta, atau mengambil kesimpulan logisnya dengan dasar argumentasi yang lemah.

Sehubungan dengan wawasan dunia seseorang, iman dan rasio memiliki peranan yang saling berkaitan, saling mendukung. Iman tidak seharusnya mematikan akal, sebaliknya rasio justru bersikap irasional manakala mengabaikan imanensibilitas. Dengan rasio, seseorang menjawab beberapa hal sehubungan dengan pertanggungjawaban imannya. Misalnya dalam kepentingan yang berhubungan dengan ketegangan-ketegangan filosofis. Dengan iman, rasio diletakkan sedemikian rupa untuk memahami hal-hal yang beyond logic. Pemahaman logis yang mungkin memberi validitas yang diinginkan dengan melihat konsistensi dan konsekuensi logis dari relasi seluruh proposisi-proposisi yang diberikan. Pembuktian validitas logis (bagi pembuktian sebagai benar) yang lebih dibebankan kepada keterkaitan-keterkatian logis tertentu, konsisten dan konsekuen. Dengan rasio, seseorang dimungkinkan untuk memberikan pemahaman penalaran yang terbaik atas apa yang diyakininya itu. Pemahaman yang berkaitan dengan pengenalan, di mana oleh pengenalan yang terbaik, seseorang dapat menghidupi keyakinannya tersebut sebaik mungkin. Sejauh mana seseorang mengenal Tuhannya, sedemikian itulah penghargaan yang mungkin diberikannya kepada-Nya. Mengutip kalimat A. W. Tozer dalam salah satu bukunya, Mengenal Yang Mahakudus:
“Apakah ibadat itu mulia atau hina bergantung pada tinggi rendahnya pandangan mengenai Allah yang dianut oleh mereka yang beribadat.” (hal. 8)
“Kita boleh berbicara, sebab Allah sudah berbicara… bahwa gagasan kita mengenai Allah itu sedekat mungkin dengan keadaan Allah yang sebenar-benarnya.” (hal. 9)
“Gagasan yang salah tentang Allah bukan saja merupakan sumber penyembahan berhala, tetapi gagasan itu sendiri juga sudah bersifat penyembahan berhala… Pengertian yang salah tentang Allah akan segera merusak agama yang menganut pengertian itu.” (hal. 12)

Salam Damai
"satu hal yang kuyakini, cinta kita kita adalah lingkaran waktu. sejauh apapun engkau berlari, kelak pasti kembali--padaku"

"sebab yang terdekat adalah kematian aku tak perlu berlari hanya untuk bisa hidup sehari lebih lama"

Menulis itu menumbuhkan

#MenulisItuMenumbuhkan


Menurut saya, menulis adalah menuangkan ide atau isi pikiran kedalam kertas atau media yang bisa menampung tulisan. Seperti blog, twitter, facebook dan lain-lain dengan tujuan untuk me“nyata”kan ataupun menjadikan isi pikiran sebagai bahan untuk bisa dibaca kembali. Intinya, menulis itu menuangkan isi pikiran untuk dijadikan sebagai bacaan, baik itu untuk dibaca dirisendiri, ataupun dibagikan kepada orang lain.

Nah, alasan mengapa menulis itu menumbuhkan, karena untuk menjadikan sebuah tulisan, hal pertama yang harus kita miliki adalah keinginan. Keinginan untuk menjadikannya sebagai bacaan. Atau pun keinginan untuk membagi apa yang kita pikirkan kepada orang lain. Dan alasan yang paling menumbuhkan itu, ketika kita memiliki keinginan untuk berbagi dengan orang lain.

Dengan memiliki pikiran seperti itu, kita akan berusaha membaca lebih banyak, mengetahui lebih banyak, dan berusaha bagaimana caranya untuk menyampaikan ide pikiran kita agar bisa difahami dan memberikan mamfaat bagi orang lain.

Dan secara tidak langsung, kita akan semakin banyak membaca. Yang artinya, semakin banyak membaca, semakin banyak ilmu pengetahuan yang kita dapatkan. Jadi mengapa menulis itu menumbuhkan, karena dengan menulis kita merasa tidak sendirian, kita
semakin banyak membaca, kita semakin banyak berinteraksi dengan orang lain, dan tentunya kita semakin banyak memberikan mamfaat untuk orang lain

Minggu, 07 April 2013

5 Unsur dalam Fiksi yang Mesti diketahui


Topik: menulis fiksi, unsur fiksi

Dunia fiksi adalah dunia kebebasan tanpa batas. Kita
bisa pergi ke mana saja, melanglang buana semau
kita, menghentikan waktu dan menjalankannya
kembali, semua itu bisa kita lakukan kapan saja. Kita
juga bisa menciptakan makhluk-makhluk aneh yang
belum sempat tuhan ciptakan, membangun sebuah
pulau yang tak pernah tercatat dalam sejarah,
mematikan tokoh protagonis, memberi penghargaan
kepada tokoh antagonis, membalik segalanya,
merusak segalanya, mendekonstruksi realita sehari-
hari dengan imajinasi. Ya, dengan menulis fiksi, kita
bisa melakukan apa saja.
Namun, kita juga mesti tahu, bahwa sebebas apa pun
kita menulis fiksi, ada beberapa panduan yang mesti
kita ikuti.
Penulisan fiksi yang bagus sekiranya harus memiliki
lima unsur. Kesemua unsur tersebut adalah bahan
paling penting untuk kita gunakan dalam membuat
cerita fiksi yang memikat, indah, menawan, memukau,
sehingga membuat pembaca begitu betah berlama-
lama membaca cerita kita.
Kelima unsur penting itu adalah sebagai berikut:
Karakter
Plot / Alur
Seting / Latar
Tema
Style / Gaya
Jika kelima unsur di atas terjalin mulus dan terpilin
dengan begitu rapi, kita akan bisa membuat cerita fiksi
yang—katakanlah—berhasil.
So, here we go!

KARAKTER
Kebanyakan orang merasa bahwa karakterisasi adalah
unsur paling penting dalam naskah fiksi.
Penggambaran karakter yang kuat bisa membuat
pembaca merasa memiliki hubungan emosional
dengan tokoh karakter yang kita karang itu. Karakter
yang kuat di sini maksudnya bukan berarti harus
berbadan six pack seperti model iklan L-Men,
melainkan karakter itu memiliki keunikan, tidak
stereotip, dan mampu membuat pembaca berfikir
bahwa karakter tokoh karangan kita itu benar-benar
ada di dunia nyata. Cerita fiksi tanpa adanya
karakterisasi atau penokohan, adalah cerita yang bisa
dikatakan sangat tidak menarik.

PLOT / ALUR
Plot juga merupakan unsur yang penting dalam cerita
fiksi, yaitu rangkaian peristiwa yang menggerakkan
cerita untuk mencapai efek tertentu. Plot tidak bisa
disamakan dengan jalan cerita, tapi lebih kepada
hubungan sebab-akibat. Cerita seperti: “Saya bangun
tidur, melamun sebentar, kemudian beranjak
mendekati jendela.” Ini namanya jalan cerita, bukan
plot. Jika cerita itu diubah seperti ini: “Saya bangun
tidur dan merasa tenggorokan saya kering, Dengan
langkah perlahan saya langsung menuju kulkas.” Inilah
yang dinamakan plot. Ada hubungan sebab-akibat di
dalam cerita itu. Itu hanya contoh sederhananya. Jadi
di sini sudah jelas betapa pentingnya plot dalam cerita
fiksi. Plot yang baik dapat menggugah rasa ingin tahu
pembaca akan kelanjutan cerita kita.

SETING / LATAR
Seting adalah informasi yang menggambarkan waktu
dan tempat dalam sebuah cerita fiksi. Kapan cerita itu
terjadi dan di mana kisah itu berlangsung. Hal ini
penting sekali, sebab dengan adanya seting, pembaca
bisa lebih menghayati cerita fiksi yang kita buat itu.
Dengan seting (tempat dan waktu) kita juga bisa
menciptakan karakter tokoh dengan baik, dan dari
seting kita juga bisa menentukan konflik demi
mendapatkan emosi pembaca. Seting yang baik
bukanlah cuma dijadikan sebagai latar belakang
sebuah cerita fiksi saja, melainkan juga merupakan
satu kesatuan dari cerita. Saling berkesinambungan.

TEMA
Tema adalah inti dari apa yang sebenarnya ingin kita
ceritakan. Atau, bisa juga disebut sebagai ide pokok
dari rangkaian cerita fiksi yang ingin kita tuliskan. Kita
akan kesulitan menulis jika kita belum memiliki tema.
Dengan tema yang menarik, pembaca akan antusias
dengan tulisan kita. Jadi, jika kita ingin menulis,
tentukan tema sekarang juga.

STYLE / GAYA
Apabila kita ingin menulis tentang tema yang—
katakanlah—sudah klise, misalnya kisah tentang
pertaubatan seorang pendosa, kita tetap bisa
membuat cerita itu menjadi menarik.
“Lho, kok bisa?”
“Ya bisa, dong!”
“Bagaimana caranya?”
“Gampang!”
“Gampang bagaimana? Kasih tahu, dong!”
“Sabar, dong!”
“Aduuuh… bikin penasaran aja, deh!”
“Hehehe… gampang. Jawabannya adalah dengan
gaya tulisan kamu!”
Ya, dalam menulis cerita fiksi, ada banyak hal yang
bisa kita lakukan untuk membuat cerita fiksi kita
menjadi menarik, salah satunya adalah: gaya menulis.
Mungkin kita bisa menulis cerita dengan menggunakan
gaya punggung… eh, ini mah renang! Maaf, maksud
saya, kita bisa menulis cerita dengan berbagai macam
gaya. Komponen-komponen dalam gaya bisa berupa
sudut pandang yang unik, narasi yang aduhai, rima
yang memesona, ending yang mengejutkan, dan lain
sebagainya. Tapi, kita mesti ingat, jangan terlalu sering
bermain-main dengan gaya, sebab takutnya kita
malah dianggap sebagai badut atraksi kata-kata. Gaya
hanyalah salah satu hal yang dapat membantu
menjadikan cerita fiksi kita menjadi semakin
memukau.

KESIMPULAN
Apa sih pentingnya kita memahami unsur-unsur fiksi
tersebut? Bukankah lebih baik kita duduk di depan
komputer dan mulai menulis, lantas biarkan energi
kreativitas kita yang akan melakukan hal tersebut?
Hmm… Sebenarnya dengan kita paham dan akrab
dengan unsur-unsur fiksi tersebut, itu akan
menguntungkan kita sebagai seorang penulis. Di
antaranya adalah sebagai berikut:
Mengetahui semua unsur-unsur ini akan memudahkan
kita untuk berbicara dengan cerdas mengenai menulis
fiksi.
Kita akan dapat mengidentifikasi masalah dengan
lebih mudah.
Memahami unsur-unsur ini akan memberikan kita
perspektif baru sebagai pembaca fiksi.
Jika unsur-unsur cerita fiksi adalah bahan bangunan,
maka kita harus tahu apa yang harus kita kerjakan
selanjutnya.
Ya, kamu mungkin bisa saja cuma duduk dan langsung
menulis dengan kreativitas yang—katakanlah—masih
mentah, dan bisa jadi hasil tulisan itu akan menjadi
tulisan yang baik. Namun, semakin kamu memahami
unsur-unsur di atas tadi, semakin lengkaplah kamu
untuk menjadi seorang penulis fiksi yang baik. Semoga
bermanfaat!
Sumber: http://www.sindikatpenulis.com

Sabtu, 06 April 2013

DORAEMON

         Bicara soal anime Jepang, yang teringat dikepalaku langsung tertuju pada Doraemon. Dengan baling-
baling bambu, kantong ajaib dan pintu kemana saja. Siapa sih yang gak tau Doraemon? Kucing warna biru yang berasal dari masa depan. Yang punya benda-benda ajaib dalam kantongnya. Pernah sekali di twitter, ada teman yang bertanya, “Doraemon itu laki-laki apa perempuan sih”? Dan jawabannya adalah laki-laki. Karena nama Doraemon sendiri, diciptakan dari 2 patah kata: Dora & Emon. Dora adalah semacam plesetan dari “Nora” yg berasal dari “Nora-Neko” yakni stray cat (kucing liar). Emon adalah semacam kata tambahan tradisional Jepang untuk nama dari manusia atau binatang yang berjenis kelamin laki-laki. Secara harafiah, nama Doraemon bisa diartikan “Stray male cat” (kucing liar jantan)

        Selain Doraemon, tokoh utamanya adalah Nobita si penakut juga pemalas, Giant si gendut besar. Suneo si muka yg mirip rubah yg suka pamer. Dan mereka selalu menjadi sumber masalah buat Nobita. Dan satu lagi, Shizuka yg pintar masak sekaligus anak perempuan yg paling disukai Nobita. Walaupun sebenarnya Shizuka lebih menyukai Dekisugi, si juara kelas itu.

    Alasan mengapa saya begitu menyukai Doraemon cukup sederhana, karena Fujiko F Fujio menyajikannya dengan cukup kompleks, kita diajak menyaksikan dunia yang tanpa batas, dimana sesuatu yang tidak mungkin menjadi mungkin. Mengeksplorasi daya imajinasi kita, dan kita juga diajak untuk berkhayal kepada
kecanggihan teknologi masa depan.
Selain itu, menyaksikan anime Jepang yang satu ini, banyak pesan moral dari setiap petualangan yang dilakukan Nobita. Seperti ketika dalam episode “Legenda Raja Matahari” disana kesetiakawanan, ketulusan dan keberanian diuji. Dimana yang kita ketahui, Nobita yang pada dasarnya adalah penakut, tetapi demi kesetiakawanan, dia dan teman-temannya dengan gagah berani melawan kejahatan. Selain itu, lewat Doraemon, kita diajak mengenal Jepang, mengenal budaya dan kebiasaan disana. Lewat Doraemonlah, saya tahu ada kue enak yang bernama Dorayaki, baju tradisional yang bernama Yukata, lantai rumah tradisional yg bernama tatami, bunga sakura yang cantik dan pintunya itu loh, yang didorong kesamping. [Kalau di Indonesia kan di dorong dan ditarik pada umumnya]. Tetapi yang paling menonjol adalah persahabatan antara Nobita dan Doraemon, yang pada dasarnya mereka adalah sepasang yang gagal. Tetapi dengan persahabatan, Nobita berhasil menjadi seseorang yg lebih baik dimasa depan.
Yah walaupun dia hanya sebagai pegawai kantoran, setidaknya tidak menderita, terbebani hutang finansial yang disebabkan
karena kebodohan Nobita.


Keterangan lain tentang Doraemon. [Pelengkap]

1. Tokoh-tokoh utama
• Nobi Nobita
Anak kelas 5 SD yang pemalas dan sering diganggu
oleh Giant dan teman-temannya. Tidak pandai dalam
olahraga dan juga dalam pelajaran sekolah. Walaupun
begitu, ia pandai dalam membuat teka-teki dan
menembak. Sifatnya yang terlalu baik dan suka
menolong terkadang malah menyeretnya ke dalam
masalah. Namun separah apapun, pada akhirnya Nobita
akan selalu bergembira. Selain membuat teka-teki dan
menembak, Nobita juga ahli dalam hal “tidur.” Ia
mampu tertidur lebih cepat daripada orang lain .
Hobinya adalah bermain karet — hobi yang tak lazim
untuk anak laki-laki di Jepang — dan mengumpulkan
tutup botol. Cita-cita Nobita selalu berganti-ganti, ia
pernah ingin menjadi ninja, guru, pilot, dan lain-lain.
Namun di masa depan, ia hanya menjadi seorang
pegawai kantoran.
Fujimoto, pengarang komik ini, pernah mengatakan,
“Nobita sebenarnya bukan tidak bisa berbuat apa-apa,
ia hanya malas jika harus bersungguh-sungguh ketika
melakukan sesuatu, Karenanya, setiap hari ia selalu
bersantai-santai. Tapi kalau memang diperlukan, ia bisa
melakukannya dengan bersungguh-sungguh.”

• Doraemon
Robot kucing berwarna biru dari abad ke-22 yang dikirim
ke abad ke-20 untuk menolong Nobita. Lahir pada 3
September 2112. Tinggi badannya 129,3 cm dan
berbobot 129,3 kg. Makanan kesukaannya adalah
dorayaki. Doraemon sangat menyayangi dan setia
kepada Nobita. Seringkali ia menolong Nobita walaupun
ia sendiri dalam kesusahan.

• Shizuka Minamoto
Anak perempuan yang disukai Nobita dan di masa
depan akan menikah dengannya walau di masa
sekarang ia lebih dekat dengan Dekisugi. Ia selalu
membela Nobita jika Nobita dikerjai teman-temannya.
Ia juga serius tetapi baik hati, alasannya menikah
dengan Nobita pun karena ia tak tega melihat Nobita
yang malang dan selalu sial. Kesukannya adalah
berendam di air panas dan makan ubi manis bakar (ubi
madu). Ia bercita-cita menjadi seorang pramugari.
Shizuka juga hobi memainkan biola, meskipun suara
yang dihasilkannya tak jauh berbeda dengan nyanyian
Giant.

• Takeshi Goda nama panggilan: Giant
Seorang pengganggu yang namanya didasarkan pada
kata bahasa Inggris giant (raksasa), cepat marah dan
sangat senang menyanyi walaupun suaranya kurang
memadai. Ia juga sering mengadakan konser di
lapangan dan mengundang semua temannya untuk
datang dan mendengarkan, walaupun sebenarnya
mereka tidak suka. Cita-citanya adalah menjadi
penyanyi dan bisa tampil di televisi. Namun dibalik
semua itu, Giant adalah seorang anak kuat yang dapat
diandalkan ketika teman-temannya berada dalam
kesulitan.

• Suneo Honekawa
Anak dari keluarga kaya yang sering memamerkan
kekayaannya di depan Nobita dan membuat Nobita
merengek ke Doraemon agar bisa menyaingi Suneo.
Walaupun begitu, Suneo sebenarnya adalah seorang
anak yang sangat manja, mudah menyerah, dan
penakut. Ia juga seorang narcisist dan sering berbohong
untuk menjaga harga dirinya. Teman terdekatnya
adalah Giant meskipun sebenarnya ia memendam
dendam terhadap Giant yang suka mengambil dan
merusak mainannya. Hobinya adalah memandangi
cermin, mengumpulkan perangko dan barang antik
lainnya, membuat pramodel, membuat foto panorama,
dan bermain remote control. Cita-citanya adalah
menjadi seorang designer pakaian berkelas.


Keluarga Nobita

• Ayah Nobita
Nama lengkapnya Nobisuke Nobi, seorang pegawai
kantoran yang baik dan penyabar. Ketika muda, ia
pernah bercita-cita menjadi seorang pelukis bahkan ia
sempat berguru kepada seorang pelukis yang kini
terkenal. Ia pandai berolahraga terutama bermain golf
tetapi ia sangat bodoh dalam pelajaran sekolah. Ia
seorang perokok berat dan kesulitan menghilangkan
kebiasaan merokoknya. Sejak lama ia memimpikan
untuk memiliki SIM mobil namun selalu gagal
mendapatkannya.
Nobisuke selalu mengharapkan Nobita agar tidak
menjadi seperti dirinya; seorang pekerja kantoran dan
gagal dalam melakukan apapun. Ia sering membelikan
Nobi setumpuk ensiklopedia yang kemudian hanya
dijadikan pajangan saja. Nobisuke juga suka
petualangan, ia juga sering menasihati agar Nobita
keluar rumah menikmati hangatnya sinar matahari
daripada hanya tidur-tiduran di rumah. Meskipun begitu,
ia sangat memanjakan Nobita, ia jarang sekali
memarahi Nobi.

• Ibu Nobita
Nama lengkapnya Tamako Kataoka, seorang ibu rumah
tangga yang benci binatang. Ia selalu cerewet dan
memarahi Nobita jika anak itu melakukan kesalahan
yang tidak dikehendakinya — mendapat nilai nol,
contohnya. Di masa muda, ia adalah seorang anak yang
pintar tapi tak pandai berolahraga. Hobinya adalah
merangkai bunga.


Tokoh-tokoh lainnya
• Dorami
Adik perempuan Doraemon yang berwarna kuning,
pandai beres-beres, bersih-bersih, mencuci dan
memiliki tenaga sepuluh ribu daya kuda. Orangnya apik
dan benci terhadap ketidakrapihan, dan lebih rajin
dibandingkan Doraemon. Ia juga selalu serius dan tidak
bisa diajak bercanda; inilah yang membuat Nobita
kurang menyukainya. Meskipun begitu, Dorami
sebenarnya adalah robot yang baik dan sering
menolong Nobita dan teman teman ketika mereka
dalam kesulitan.

• Hidetoshi Dekisugi
Anak yang tampan dan pintar dalam pelajaran maupun
olahraga, sering menjadi nomor 1 di kelas. Dekisugi
selalu dicemburui Nobita karena sering membantu
Shizuka dalam pelajaran. Selain itu, Dekisugi juga
pandai menggambar dan memasak.

• Jaiko
Adik perempuan Giant. Hobinya memasak dan
mengarang komik. Giant sangat menyayanginya dan
rela berkorban apa saja demi Jaiko. Ia akan menjadi istri
Nobita andai saja Doraemon tidak datang ke masa kini.

• Sunetsugu
Adik laki-laki Suneo yang tinggal bersama pamannya
yang kaya raya di Amerika Serikat. Sunetsugu sangat
bangga akan kakaknya, Suneo, yang menurutnya
sangat pintar dan kuat, meskipun kenyataannya tidak.

• Pak guru
Guru kelas 4 SD yang sering menghukum Nobita dengan
cara menyuruhnya berdiri di koridor sekolah. Ia sering
memaharahi Nobita dan Jaian, tapi menganakemaskan
Suneo. Pak guru sering melakukan kunjungan orang tua
murid — yang sering menjadi malapetaka bagi Nobita.


2. Peralatan yang sering digunakan oleh Doraemon antara
lain:

• Kantong Ajaib
Adalah sebuah kantong 4 dimensi yang tertempel di
perut Doraemon, kantong ini dapat menyimpan semua
alat-alat Doraemon tanpa batas, bahkan semua barang-
barang dikamar Nobita. Di lubang kantung ini terdapat
sebuah alat pendeteksi imajinasi sehingga apabila ingin
mengambil suatu alat, Doraemon akan membayangkan
bentuk dari benda tersebut. Alat pendeteksi imajinasi
akan mencari benda tersebut dan akan memberikannya
ke tangannya.

• Mesin Waktu
Adalah mesin yang dapat digunakan untuk menjelajah
ruang dan waktu. Doraemon menggunakannya untuk
kembali ke masa depan jika ia ingin menjalani servis
rutin.

• Pintu ke Mana Saja
Adalah pintu yang digunakan Doraemon untuk menuju
ke tempat apa pun di waktu kapan pun.

• Baling-Baling Bambu
Baling-baling kecil milik doraemon yang digunakan
untuk terbang ke tempat yang dituju. Baling-baling
bambu terbang dengan menggunakan tenaga baterai
yang dapat terisi ulang secara otomatis apabila
diistirahatkan selama beberapa saat.

• Senter Pengecil
Jika senter ini digunakan, benda yang disinarinya akan
mengecil.

Nah, ini dia lirik soundtrack lagu
yang selalu diputar diawal acara kartun Doraemon.

Konnakoto ii na (aku ingin begini)
Dekitara ii na (aku ingin begitu)
Konna yume (ingin ini)
Anna yume (ingin itu)
Ippai arukedo (banyak sekali)
Minna! minna! minna! (semua! semua! semua!)
Kanaete kureru (dapat dikabulkan)
Fushigi na pokke - de kanaete kureru (dapat dikabulkan
- dengan kantong ajaib)
Sora wo jiyuuni tobitaina! (aku ingin terbang bebas di
angkasa)
“HAI! TAKEKOPUTA!” (HAI! baling-baling bambu!)
An an an tottemo daisuki (na na na aku sayang sekali)
Doraemon
An an an tottemo daisuki (na na na aku sayang sekali)
Doraemon

Dan ini lirik lagu penutupnya

Lihat-lihatlah bunga yang sedang mekar
Tiba saat mengucapkan selamat pagi
Masa depan semua mari kita bangun
Lalalala… lalalala… bernyanyi bersama
Saya hidup di bumi ini masa depan
dengan kapal angkasa
Mari kita banyak-banyak berikhtiar
Menjadikan satu-satu kita wujudkan
Kita hidup di bumi ini
Pagi ini esok dan seterusnya
Masa indah sangat banyak kota impian…

P.S: keterangan tentang tokoh sengaja diambil dari Wikipedia, sebagai tambahan untuk memperjelas cerita

Kamis, 04 April 2013

SURAT RAHASIA UNTUKMU: IBU

SURAT RAHASIA UNTUKMU: IBU

: Kepada ibu

Semoga saja, sesampainya suratku ini
Engkau tidak lagi suka marah-marah
Menyuruhku ini dan itu yang tidak sekalipun menggunakan nada rendah, tetapi melebihi volume radio tape yang sering engkau putar ketika sedang berbenah rumah

masih jelas terekam diingatanku, ketika kau sedang beradu mulut, lewat pertengkaran-pertengkaran dengan kekasihmu, lalu saling diam dalam beberapa waktu.
Sepanjang hari, engkau akan menyetel suara pance pondang, seakan memenuhi isi rumah, dengan tembang-tembang kenangan.

Entahlah, engkau sedang berbahagia atau sedang bersedih saat itu, sebab kulihat engkau begitu kusyuk mendengarkan tiap bait, lirik lagu pondang merobek-robek hatimu.

Sesekali, kulihat engkau tersenyum sedemikian manis, sebelum disepasang matamu engkau menitikkan gerimis.
Seharusnya, aku lebih faham waktu itu.
Bagaimana engkau, menyembunyikan kesedihan lewat airmukamu, yang selalu tampak bening ketika bertatapan denganku. Harusnya aku lebih pintar mengeja, bagaimana engkau memikirkan hal-hal sederhana, yang terkadang kekasihmu sebut sebagai sesuatu yang dibesar-besarkan.

"kita perlu hemat, dengan lima puluh rupiah setiap hari, menahan setengah jengkal, untuk memperpanjang jengkal-jengkal berikutnya"

“Seperti kebahagiaan, yang tidak harus kamu habiskan dalam sehari.
Ataupun kesedihan yang tidak mesti kamu tuntaskan dalam jangka waktu yang singkat sekali. Tabunglah hal baik hari ini, agar kau temui dilain hari” katamu!!

Sejujurnya, aku lebih suka mengiyakan saja, memilih berdamai dengan ocehanmu yang terkadang menyebalkan sekali. Dan mungkin juga dilakukan kekasihmu, saat engkau selalu mengucapkan kata-kata itu, ketika dia meminta sedikit kebahagiaan, untuk berbagi kesenangan dengan pemilik warung diujung jalan. Yang semata-mata, menurutmu itu hal yang bisa kau sediakan. Seperti membuatkan kopi seharga tiga ribu, atau untuk sekedar mendengarkan teriakan yang begitu ramai, ketika Raul Gonzales berhasil mempertemukan bola kedalam pelukan gawang lawan.
Entahlah, itu ingatan yang buruk atau yang baik.
Sebab kulihat kekasihmu, setelah kau pergi jauh, dia lebih suka berdiam dirumah, menyaksikan kaki-kaki di layar kaca sedang memperebutkan kebahagiaan, sesekali di seruputnya seduhan resep rahasia, yang pernah berhasil membuatnya mencintaimu, dan memelukmu sedemikian lama. “Dua sendok gula, sesendok kopi, dan cinta yang tak pernah habis” katamu.

Dalam waktu lima belas menit, setelah empat puluh lima menit berhasil mengabaikanmu, dia lebih suka memikirkanmu, diam dan tersenyum seperti sedang mengingat sesuatu.
Aku kira, dia tidak sedang berbahagia atas kepergianmu, tetapi dia sedang berhasil menemukan sedikit kebahagiaan lain ketika mengingatmu, teriakanmu, pun kata-kata yang pernah mengesalkan hatinya pun aku. Disana, dibayangkannya kau sedang berteriak, dari dapur, keruang tamu, sampai kepintu dimana sepasang tangan saling melambai, lalu menciptakan pedihnya rindu.